Kitab Ihya Ulumuddin

Dalam mukaddimah kitab Bidayatul Hidayah, Imam Ghazali menuliskan kisah hidupnya: 

Sewaktu menuntut ilmu, beliau rajin luar biasa. Beliau selalu menulis dan mencatat hal-hal penting yang didengarnya saat belajar. Sehingga catatannya menumpuk.

Suatu ketika, dalam perjalanan dari Jurjan menuju kota Thus, beliau dihadang perampok. Semua barang-barang miliknya dirampas termasuk catatan-catan penting yang dikumpulkan bertahun-tahun selama belajar.
Imam Ghozali mengikuti perampok itu seraya berteriak: “Aku hanya minta catatan-catatanku. Yang lain silahkan ambil. Catatan itu tidaklah penting bagi kalian. Itu cuma kertas-kertas, tapi itu sangat berharga buatku. Aku melakukan perjalanan jauh guna untuk menimba ilmu dan semua hal-hal penting ada dalam catatan itu”. 

Perampok itu berkata:”Bagaimana kamu ngaku-ngaku penuntut ilmu, sedangkan kamu tidak hafal apa yang Kamu pelajari. Kalau catatan ini aku ambil, berarti ilmumu hilang!”. tumpukan catatan itu pun dikembalikan kepada Imam Ghozali. 

Imam Ghozali berkata: ”Aku anggap kata-kata perampok itu sebagai nasehat berharga. Saat sampai ke kota Thus, daerah tempat tinggalku, aku hafalkan semua catatanku itu, sehingga bila ada perampok lagi merampasnya, maka telah kusimpan ilmuku di dadaku”.

Maka hari berikutnya Imam Ghazali terus berupaya, supaya ilmu yang dapatkanya, tak sekedar menjadi catatan  semata, namun masuk ke dalam kepala, dan meresap ke dasar dada. Itulah sebabnya maka Imam Ghazali menjadi ulama cemerlang, dan dalam usia muda, perguruan tinggi Nizamiyah, mengangkatnya menjadi guru besar. 

Orang sangat suka kepada pengajaran-pengajaran  Imam Ghazali. Ruang kuliahnya selalu disesaki mahasiswa. Keluasan ilmunya, cara dia berbahasa, cara dia mengutip Al-Qur'an, hadits, ungkapan para ulama, cara dia membuat kesimpulan, sangat pas, dan membuat pendengar nyaman. Maka pada zamannya, dia menjadi guru yang sangat dicintai. Penguasa pada zaman itu pun senang kepadanya, menanggung penuh biaya hidup dia dan keluarganya. 

Kalaulah sekarang masih ada, kemungkinan besar kita pun penasaran. Ingin juga mendengar ceramahnya. Akan tetapi sejak seribu tahun lebih yang lalu, beliau sudah meninggal, dan yang tersisa bagi kita, hanyalah karya tulisnya, kitabnya, makalah-makalahnya.

Akan tetapi dari kitab-kitab dan makalahnya itu pun, kita bisa sedikit meraba, bagaimana gaya bahasa sang imam selama hidupnya. Tatkala kita membaca kitab-kitab karyanya--cobalah--akan kita temukan, keluasan ilmunya luar biasa. Dia sangat pandai merangkai mutiara, perkataan dari para ahli sufi, ulama-ulama akhirat, kutipan hadits, maupun Al-Qur'an, tanpa harus membuat pembaca menjadi bosan.

Maka tak heran, kitab-kitab karya beliau, nyaris semua monumental, menjadi bacaan para penuntut ilmu hingga hari ini. Datanglah ke rumah para ulama, liat rak bunya mereka, bisa dipastikan kitab Imam Ghazali menjadi sebagian koleksi mereka. Karyanya dicinta, dibaca, dinikmati dari generasi ke generasi. Karenanya saya kira, jika Anda termasuk pencinta buku dan dunia tulis-menulis, sangat rugi jika tak pernah menikmati karya-karyanya.

Salah satu kitab beliau paling terkenal dan paling monumental adalah Ihya Ulumuddin.  Cobalah baca dan nikmati, saya menyediakan terjemahannya di blog ini.

Silakan masuk KE SINI

Related Posts:

0 Response to "Kitab Ihya Ulumuddin"

Post a Comment