Sekarang Musim Pancaroba

Sabtu kemarin, tanggal 1 Muharram, saya menghadiri pernikahan
Bahagia nian itu pengantin di persandingan
Sedang saya
Tepekur penuh kegalauan
Bukan, bukan sebab yang menikah itu merebut pacar saya
Saya tidak punya pacar, punya juga istri
Dan baru saja istri mengirimkan pesan pendek, bahwa anak saya
Muntaber
Muntah dan berak
Seperti biasanya saya disergap cemas
Pulang ke rumah masih lama, masih beberapa hari lagi
Saya biasa menginap di kantor
Dan kecemasan itu semakin bertambah, tatkala mendengar kabar
Di lingkungan kantor saya pun
Banyak anak kena muntah berak. Sorenya saya kirim lagi pesan kepada istri
Bagaimana anak kita sekarang?
Alhamdulillah baikan, mudah-mudahan seterusnya, jawab dari sana.
Dua hari berselang saya tanyakan lagi,
Bagaimana sekarang? Hati-hati makanan, sekarang penyakit muntaber sedang musim
Jawab dari sana, sehat iya memang sekarang banyak lalat

Oh iya,
Mungkin dari banyaknya lalat
Memang semenjak hujan mulai turun
Lalat banyak masuk ke rumah, mengerubungi makanan
Yang bagi anak-anak, itu sangat rawan
Orang tua mungkin masih bisa tahan, karena ususnya lebih tebal
Anak kecil masih lemah

Pergantian musim seperti biasanya
Begitulah
Jika tidak flu, muntah berak jadi budaya
Waktu kecil, ingat, biasanya orang tua melarang saya makan timun mentah
Kalau mau rebuslah dulu, atau timun mentah namun sebelumnya, harus diseduh dengan air panas
Pernah terjadi di kampung istri, tapi itu dulu sudah lama, waktu itu menyebar wabah muntaber yang sampai membunuh banyak orang. Saya dengar cerita itu dari seorang kakek kurus, waktu istirahat dalam perjalanan turun gunung setelah mencari kayu bakar.

Oh ya,
Dulu saya sering mendengar kata musim pancaroba
Sekarang baru tahu, inilah musim pancaroba itu, yaitu pergantian musim
Dari musim kemarau ke musim hujan
Seperti sekarang ini...

Jadi saudara-saudara
Hati-hati ya!

Related Posts:

Penulis dan Tukang Masak

Sebenarnya ada istilah bagus buat tukang masak
Misalnya chef atau koki
Namun di sini, lebih enak menyebut tukang masak
Dan pagi ini dari tukang masak, saya mendapatkan analogi bagus
Terutama buat pelajaran menulis
Yaitu
Jika seorang penulis ingin tulisannya dinikmati orang, dia harus berbuat seperti tukang masak yang ingin masakannya dinikmati orang

Seorang tukang masak yang ingin masakannya dinikmati orang,
Akan berusaha mencari bumbu yang pas buat masakannya. Akan berusaha...
Membumbuinya dengan ukuran pas,
Tidak terlalu asin, tidak terlalu manis. Ketumbar dan ladanya pas,
Kecap dan tomatnya pas, semua bumbunya pas

Demikianlah seorang penulis
Yang ingin tulisannya dinikmati orang, maka dia
Akan berusaha mencari bumbu yang pas buat tulisannya,
Akan berusaha membumbui tulisannya dengan ukuran pas, tidak terlalu manis, tidak terlalu pahit, tidak terlalu pedas, tidak terlalu hambar.
Dia tambahkan emosi dengan ukuran pas, dia tambahkan majas dengan ukuran pas, dia tambahkan cerita, perumpamaan, pepatah, peribahasa, dan semuanya dalam kadar dan ukuran yang pas.

Seorang tukang masak biasanya,
Sebelum masakannya dia berikan kepada orang, akan dia cicipi dulu dengan lidahnya sendiri,
Kurang asin dia tambahkan garam,
Kurang manis dia tambahkan gula, kurang gurih dia tambahkan penyedap.

Begitu juga seorang penulis seharusnya
Sebelum tulisannya diberikan kepada orang, maka
Akan dia cicipi dulu dengan pikiran untuk mengetahui logis tidaknya
Dia cicipi dengan perasaan untuk mengetahui menyentuh tidaknya, jika ternyata kurang, maka akan dia tambahkan apa yang perlu dia tambahkan.

Related Posts:

Download Gratis Novel Kubah


Ahmad Tohari adalah
Sastrawan dengan ungkapan Indah,
Menyejukkan, 
Beneran, ini bukan sekedar iklan, yang ingin menarik Anda, supaya betah mengunjungi blog saya, kemudian mengunduh bukunya.
Saya mengatakan yang sebenarnya, telah beberapa kali saya membaca novelnya
Bahasa Ahmad Tohari apik, renungan-renungannya sederhana
Namun mendalam, dan dari keseluruhan cerita
Pembaca selalu mendapatkan sesuatu
Sesuatu yang baru
Hal-hal luar biasa dari hal-hal biasa saja


Kini Ahmad Tohari sudah tua
Beliau tinggal, di sebuah desa nan Asri, di Kecamatan Tinggarjaya

Waktu muda dulu, beliau pernah kuliah ke ibu kota
Kedokteran, namun keluar
Kemudian menjadi redaktur surat kabar, dan dari sana pun beliau keluar
Pulang ke desa
Mengurus pesantren kecil, dan menulis novel,
Dan mungkin, dari kecintaannya kepada desa itulah, sehingga nyaris setiap karya Ahmad Tohari
Bercerita tentang orang-orang desa
Orang-orang pinggiran yang terpinggirkan
Yang dijalin, dengan nuansa alam, lukisan hujan, dengan tirai-tirai air berjatuhan dari ujung genting, atau suara tonggeret sore hari, atau tanah yang masih basah sisa hujan.

Dan satu novel beliau
Yang terus saya cari dan sangat ingin saya baca adalah "Kubah"
Penasaran karena, pernah membaca ulasanya, pada sebuah majalah tua, novel ini meraih penghargaan dari Yayasan Buku Utama, dan
Isinya, bercerita tentang seseorang, yang akibat kebencian dan prasangka, akibatnya dia hidup dalam keterasingkan, pelarian dan penjara.
Ingin nian saya baca, hingga akhirnya, saya dapatkan versi e-book dalam bentuk PDF
Saya baca, benar saja
Ini novel menenggelamkan saya
Memaksa saya merasakan, seperti apa yang diraskan tokoh utama,
Saya bayangkan, saya masuk penjara
Sedang di rumah,
Saya tinggalkan istri saya, bersama anak
Dan kemudian, dalam jeruji dingin itu, saya mendekam, kedinginan, dan lebih dingin lagi, ketika setahun kemudian, sampai kabar, bahwa istri menikah lagi dengan orang lain?
Saya tak tahu, apa yang akan saya lakukan.Saya harap
Silet dan tambang bukan bagian dari isi pikiran saya ketika itu
Sebaliknya, hanya cahaya, biar cuma seberkas, atau sekecil lilin berkelap-kelip,
dengan harapan, harapan akan menemukan cahaya lagi di depan.....

Begitulah Karman
Tokoh novel "Kubah" ini
Harus menanggung kemalangan
Lari ketakutan meninggalkan kampungnya, dikejar rasa takut, akan penangkapan karena tercatat
Sebagai anggota dari Partai Komunis Indonesia
Meninggalkan rumahnya
Meninggalkan istrinya yang cantik


Saya baca novel ini di halaman komputer
Dan setelah saya tutupkan
Masih tersisa bayangan kilau cahaya rembulan, di atas permukaan sungai, saat Karman dalam pelarian, Karman lari kemudian malam-malam, dia berlayar di sungai dengan rakitnya, di bawah cahaya rembulan, dalam ketakutan, dalam kecemasan, dalam ketidaktahuan nasib dia berikutnya, yang ternyata, ujung-ujungnya tertangkap juga....

Saat dilepaskan, dia kembali ke masyarakat
Merasakan keterasingan
Dan keterasingan, namun, tekadnya bulat, untuk tidak mengandalkan prasangka
Akan dia terjuni langsung, pergaulan masyarakat itu
Dan ternyata
Masyarakat menerimanya
Hingga Karman, semakin bersemangat
Untuk memberikan tenaga, pikiran, dan hartanya
Dan itu dia wujudkan, dengan ambil bagian, dalam pembangunan saat mesjid kampungnya diperbaiki
Dan Karman, mempesembahkan kubah baru untuk mesjid itu
Kubah indah yang bertulikan kalighrafi....akhir surat Al-Fajr..
Yang artinya:
"Wahai jiwa-jiwa yang tenang, pulanglah kepada Rabb-mu dengan ridha dan diridhai, maka masuklah ke dalam golongan hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku."

Demikianlah novel "Kubah" ini
Hanya itu yang bisa saya ceritakan tentangnya, dan tentu saja
Apa yang saya sampaikan barusan tentang novel "Kubah", masih jauh tanah ke langit, dibandingkan keindahan novel ini sesungguhnya,
Dan Anda akan tahu, jika Anda membaca langsung novelnya...
Jadi silakan, ambil segera DI SINI

Related Posts:

Tips Sesat Main Facebook: Antipersonifikasi

Yang sering saya lupakan adalah
Jika datang komentar kurang menyenangkan kepada postingan saya
Sesungguhnya itu jalan keberuntungan

Sesungguhnya
Itu komentator itu bisa menjadi alat
Buat meramaikan postingan, dan caranya mudah, layanilah komen dia, terus-menerus, sehingga dengan cara itu, apa yang Anda sampaikan menjadi trending topic.

Biasanya, yang langsung terpikir oleh kebanyakan orang, ketika datang komentar kurang menyenangkan, Adalah memblokirnya, dan itu pula, yang sering terpikir oleh saya.
Seperti yang terjadi tadi
Sebelum Asar, sebelum postingan ini saya tulis
Datang komen menggerahkan, dan karena tak suka, ancaman pun tersembur padanya, "Mau berapa menit lagi Anda melihat postingan ini sebelum saya sepak?"
Namun tiba-tiba,
Setelah orang itu komen lagi
Yang tentunya dengan pemancing keong busuk
Seketika pikiran berubah, mengapa harus memblokirnya? Betapa bodohnya.
Bukankah lebih menguntungkan, jika saya manfaatkan?
Maka inilah strategi saya:
Saya manfaatkan orang ini dengan menggunakan satu diantara sekian banyak prinsip sastra
Meski, haha, selama ini sastra  bagi saya gunakan cuma buat alat bergaya-gaya, padahal kurang mengerti apa itu sastra sesungguhnya.
Namun buat memanfaatkan orang begini, saya menggunakan prinsip sastra
Yaitu,
Yang disebut antipersonifikasi

Antipersonifikasi?
Ya, antipersonifikasi, saya jadikan lawan dari personifikasi
Maka,
Jika personifikasi adalah memperlakukan benda layaknya manusia
Maka antipersonifikasi adalah, memperlakukan manusia layaknya benda-benda
Dan saya, memperlakukan komentator tersebut
Layaknya benda
Saya memperlakukannya, sebagai piaraan
Tidak, saya tidak menyebutnya dengan sebutan binatang
Saya tetap, menyebutnya sebagai orang, tapi orang istimewa
Yang saya rantai, dan mengikatnya ke tiang telepon, dan saya beri makan dengan pembalut bekas,
Saya katakan itu kepadanya
Sebagai ibarat saya sedang memukulnya
Tentunya akan mengguik-guik bukan? Dan orang ini mengguik-guik dengan lanjutan komentarnya.
Begitulah cara meramaikan postingan, jika memang yang datang hanya dia, namun
Jika ternyata, kepada postingan kita, banyak berdatangan komentator baik, nyaman, lebih bersahabat dan lebih mengerti.
Saya perlakukan mereka layaknya tamu, dengan segala keakraban dan ilmu sopan santun saya
Sedangkan piaraan itu, saya lepas rantainya dari tiang telepon,
Dan memindahkannya ke comberan, dan mengikatkan rantainya ke tonjolan beton yang ada di sana

Begitulah, sangat menyenangkan.
Dan sebenarnya
Saya harus berlipat-lipat terima kasih kepada orang semacam ini
Tak banyak orang serela dia,
Ketika sebagian besar orang biasanya lari,
Karena tidak suka dengan ketidaknyamanan ini
Orang ini, malah begitu tabahnya, merelakan dirinya memerankan diri menjadi piaraan saya, yang terus mendengus-dengus, yang terus mengguik-guik, dengan komentar demi komentarnya, yang tentu saja menghabiskan waktu dan pulsa.
Namun dia tetap melakukannya, demi tenar dan ngetopnya postingan saya...
Luar biasa!
Namun di atas segalanya, semua yang Anda baca ini, hanyalah ajaran sesat yang tak perlu ditiru.

Related Posts: