Buku Berdebu di Kolong Ranjang



Apa yang terjadi pada kejiwaan Bagas, sampai dia jatuh cinta kepada nenek-nenek. Wajarlah jika dia baru beranjak remaja, karena memang seorang remaja selera syahwatnya suka aneh-aneh, tapi ini Hudin, sudah terbilang dewasa, dua puluh enam tahun usianya. Beberapa kali ayah ibunya menawarkan gadis cantik supaya dia nikahi, Hudin tetap menolak, dan tetap memilih Rukmini, tukang pecel tetangga belakang rumahnya. Padahal usianya sudah tua, mendekati enam puluh tahun, tapi entah mengapa, yang bagas minta kepada orang tuanya, adalah supaya mereka meminangkan Rukmini untuknya.

Darmono, Ayah bagas, berunding dengan istrinya. "Apa memang anak kita berselera kepada wanita berwajah kampungan."

"Jadi?" respon bu Darmono.

"Bagaimana kalau kita cari gadis kampung, yang sering ke sawah, trus kita tawarkan kepada anak kita?"

"Ya, daripada menikah dengan nenek tua. Rusak parahlah nama baik keluarga kita."

Dan seorang gadis kampung didatangkan dari lereng Gunung Lawu. Berkerudung, dan wajahnya, kecoklatan karena seringnya ke sawah.

Entah kenapa, melihat Gadis itu, Bagas langsung mengangguk setuju, "Baik Ayah!" ucapnya.

Tak usah terlalu dalam memikirkan cerita ini. Tak perlu juga jadi bahan diskusi. Saya menulis asal-asalan, dengan konsep menulis, seperti yang selama ini saya sebarkan, yaitu, menulis seenaknya. Karena memang saya menulis, tanpa cita-cita besar seperti Anda. Akan tetapi saya menulis, hanya ingin menciptakan sebuah karya, yang nantinya, mungkin hanya akan menjadi Buku Berdebu di Kolong Ranjang, alias buku tidak berguna. Sudah sesuai bukan tulisan ini dengan judulnya?

Nah, kalau sudah, berarti saya tinggal membahas buku lainnya. Yaitu ini, buku "Dzikir Ilalang". Saya sudah membacanya beberapa halaman. Andi Bombang memang imajiner, sanggup menghadirkan film dalam uraian kata. Membaca bukunya, seperti dibawa menyaksikan film tenang kehidupan Hardi, di lorong kehidupan preman ibu kota. Alur kisahnya berselang seling antara alur maju dengan alur mundur. Alur maju tentang kehidupan Hardi sebagai ketua Preman Ancagar, dan sorot balik kepada masa lalu dia, sebagai anak yatim yang ingin merantau. Asyik benar saat membaca gambaran kehidupan preman. Asal ceplos mereka, asal pukul, asal tendang, asal bacok, dan kata-kata sangar, dan ketika ingat ini cerita tentang kembalinya seorang preman ke jalan yang benar, benak saya bertanya-tanya, bagaimana prosesnya sampai Hardi kembali mendapatkan hidayah. Jawaban itulah yang ingin saya dapatkan dengan membaca novel ini. 

Penulis menjawab pertanyaan itu tidak instan. Dengan tabah, dia menguraikan jawabannya dalam kisah panjang dan lengkap, hingga novel ini menjadi novel lumayan tebal hingga menghabiskan enam ratus halaman lebih. Bagi pencinta baca, ini akan sangat memuaskan, sebab biasanya seorang pembaca, jika membaca, tak ingin bacaannya segera tuntas. Seorang pencinta baca, jika buku yang dia baca telah mendekati halaman-halaman terakhirnya, sengaja dia pelankan, supaya bacaannya tak cepat habis, saking masih inginnya dia bercengkrama dengan bukunya. Dan novel Dzikir Ilalang, saya kira akan memanjakan pembaca semacam itu, yang menjadikan bacaan sebagai kesenangan batinnya, wisata spiritualnya.

Related Posts:

0 Response to "Buku Berdebu di Kolong Ranjang"

Post a Comment