Tempat Terindah Itu Tiada Lagi

Tempat terindah
Tempat paling mulia itu tiada
Selain tempat, saat kita dekat dengan Allah. 
Di tempat itu, hanya ada ketenangan, karena Dia punya segalanya
Segala yang kita butuhkan, ada pada-Nya

Dalam hadits qudsi dikatakan, jika Allah sudah dekat kepada seorang hamba, 
Maka Allah 
Akan mejadi pendengarannnya yang orang itu mendengar dengannya
Akan mejadi penglihatannya yang orang itu melihat dengannya
Akan menjadi tangannya yang orang itu memegang dengannya
Akan menjadi kaki yang dia melangkah dengannya

Itu kata berlapis makna
Tak bisa diartikan seenaknya
Harus dengan kesungguhan berendah hati, rasa takut dan cinta kepada-Nya
Biar kita, tak terjerat menjadi penerjemah
Yang kurang ajar dan menyesatkan

Saya sendiri, dengan kebodohan saya, memaknainya, bahwa Allah akan selalu membimbing segala gerak-gerik orang yang dekat kepada-Nya. 
Telinga akan mendengarkan kebaikan, kebaikan yang yang menguntungkan dunia akhiratnya. 
Mata akan melihat kebaikan, kebaikan yang menguntungkan dunia akhiratnya.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, bagaimana jalan menuju kedekatan dengan Allah itu?
Sangatlah banyak.
Kita bisa meniti dan melangkah di jalan menuju Allah dengan cara kita masing-masing. 
Seorang petani bisa melangkah meniti jalan menuju Allah dengan taninya. 
Seorang pedagang dengan dagangnya.
Tukang masak dengan masaknya.

Bagaimana renungan ini saya dapatkan, dan mengapa kemudian saya tuliskan.

Renungan ini dimulai setelah tadi shubuh, di sini, di tempat ini, saya saksikan, sebagian orang di mesjid, membimbing anak menghafal Al-Qur'an, setiap ayat, dari surat ke surat, membetulkan bacaannya, sedangkan saya, dipanggil kiai pesantren, supaya membetulkan pompa air. Kemarin sudah baik, pompa itu sudah mengalirkan airnya ke toren, membuat malam tadi tenang, bak penuh air, namun tadi, saat mau Shubuh, saya harus ngungsi ke mesjid lain. Ternyata tidak mengalir.

Sekarang, harus saya betulkan.

Pompa air itu tidak dekat, di sana, di sumur, di bawah jurang, di pinggir kolam. 
Saya harus membawa lampu senter menembus kegelapan.
Jalan tanah becek sisa hujan semalam, terinjak sandal bertempelan 
Membuat sandal semakin tebal
Berat. 
Terlebih setelah tiba di tempat, pinggiran sumur penuh dengan tanah hasil galian, 
Semakin tanah di sandal menebal.
Saya cabut piva dari pompa penyedot air itu, kemudian 
Mengambil seember air dari pancuran pemandian kolam, menjinjingnya ke dekat sumur, kamudian, 
Segayung demi segayung air saya masukkan ke piva itu, memancing, air sumur tersedot mesin, dan mengalir ke toren di atas tower.

Dan berhasil, 
Setelah beberapa kali kucuran, air meluap. 
Sambil melangkah pulang, dan lewat di samping mesjid, 
Terdengar anak-anak sedang menghafal Al-Qur'an, dengan sarung dan kopiahnya, 
Dan santri putri dengan mukenanya. 
Betapa tekun ibadah mereka
Mendekat kepada Allah dengan menghafalkan kitab-Nya
Sedangkan saya? Saya malah kelayapan, ke tempat gelap, becek-becekan, gelap-gelapan, membetulkan pompa.

Dari situlah kemudian, demi menghibur diri, hati saya menuturkan kata-kata, seperti saya sampaikan di awal, bahwa mendekat kepada Allah, banyak sekali jalan. Cara orang mendekat kepada-Nya mungkin dengan menjadi penghafal Al-Qur'an, sedang saya, ini juga bisa menjadi jalan
Karena pompa ini, untuk kepentingan banyak orang juga, untuk kepentingan anak-anak santri itu, buat bersucinya, wudlunya, mandinya, bukankah ini bisa menjadi cara juga?

Related Posts: